Wednesday, April 01, 2020

Permohonan Hak / Izin Hutan Desa


Permohonan Hak / Izin Hutan Desa
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016

Dibuat oleh
Stanley Lesmana, SH., MHum., MKn.

Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Pengelolaan kawasan hutan lindung dan produksi pada hutan desa ini akan diberikan kepada lembaga desa dengan izin Hak Pengelolaan Hutan Desa (“HPHD”)

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016, HPHD hanya diberikan pada:
1.       Hutan produksi dan/atau hutan lindung yang belum dibebani izin;
2.       Hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani;
3.       Wilayah tertentu dalam KPH
Note:
Setiap pemberian tetap mengacu pada Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (“PIAPS”) yang telah ditentukan oleh Menteri.

Permohonan HPHD ini dapat diajukan oleh satu atau beberapa lembaga desa dan diketahui oleh kepala desa yang setempat kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubenur, Bupati/Walikota, Kepala UPT, dan Kepala KPH. Syarat dan ketentuan Permohonan HPHD sebagai berikut:
1.       Permohonan HPHP berada dalam wilayah desa yang dimohonkan.
2.       Lembaga desa yang mengajukan harus dalam bentuk koperasi desa atau badan usaha milik desa setempat.
3.       Lokasi harus sesuai dengan PIAPS yang ada, apabila lokasi diluar PIAPS tetap dapat diajukan kepada menteri dengan difasilitasi kelompok kerja percepatan kehutanan sosial (“Pokja PPS”)
4.       Pada permohoanan harus melampirkan:
  • peraturan desa mengenai pembentukan lembaga desa atau peraturan adat atau peraturan masyarakat adat tentang pembentukan lembaga adat yang telah diketahui kepala desa/lurah;
  • Melampirkan surat keputusan kepala desa mengenai struktur organisasi lembaga desa, koperasi desa/ badan usaha milik desa;
  • Gambar umum wilayah yang setidak-tidaknya mencakup keadaan fisik wilayah, sosial, ekonomi, dan potensi kawasan hutan;
  • Peta usulan lokasi dengan skala 1:50.0000

 Izin HPHD yang diberikan oleh pemerintah kepada lembaga desa akan berlaku selama 35 (tiga puluh lima) tahun terhitung sejak tanggal ditandatangani izin tersebut. Izin HPHD yang diberikan akan dievaluasi setiap 5 (lima) tahun sekali apabila hasil evaluasi tidak baik maka izin dapat dicabut sebelum jangka waktu izin berakhir. 

Perhutanan Sosial


Perhutanan Sosial
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016

Dibuat oleh:
Stanley Lesmana, SH., MHum., MKn.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 Tentang Perhutanan Sosial (“P.83”)dibuat dengan tujuan untuk memberikan legalitas, dan kepastian hukum kepada masyarakat dalam pemanfaatan hutan di Indonesia dengan sistem perhutanan sosial. Selain itu peraturan P.83 ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pemberian hak pengelolaan, perizinan, kemitraan dan hutan adat dalam perhutanan sosial, serta sebagai salah dasar untuk penyelesaian permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang berada di dalam atau disekitar kawasan hutan dalam rangka kesejahteraan masyarkat dan pelestarian fungsi hutan.

Perhutanan Sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya baik dalam bentuk:
1.       Hutan Desa;
Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Pengelolaan kawasan hutan lindung dan produksi pada hutan desa ini akan diberikan kepada lembaga desa dengan izin Hak Pengelolaan Hutan Desa (“HPHD”)
2.       Hutan Kemasyarakatan;
Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyakarat. Izin usaha pemanfaatan kawasan hutan lindung dan produksi ini akan diberikan kepada kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyaratan (“IUHKm”).
3.       Hutan Tanaman Rakyat;
Hutan Tanaman Rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibagun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitan hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Pemanfaatan hasil hutan berupa kayu dan hasil hutan ikutannya pada hutan produksi yang diberikan kepada kelompok masyarakat atau perorangan dengan menerapkan teknik budidaya tanaman yang sesuai tapaknya untuk menjamin kelesatiran sumber daya hutan. Izin yang diberikan berupa Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat (“IUPHHK-HTR”).
4.       Hutan Adat;
Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat.
5.       Kemitraan Kehutanan.
Kemitraan Kehutanan adalah kerjasama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usha industri primer hasil hutan.

Pemanfaatan Hutan dalam hal ini harus diartikan sebagai suatu kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan dalam bentuk hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu dengan cara pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran dengan berdasarkan pada asas kelestarian hutan, sosial dan lingkungan. Selain itu dapat juga dalam bentuk pemanfaatan jasa lingkungan melalui jasa ekowisata, jasa tata air, jasa keanekaragaman hayai dan jasa penyerapan/penyimpanan karbon.

HAK ATAS TANAH DI INDONESIA

JENIS-JENIS HAK ATAS TANAH DI INDONESIA

by : Stanley Lesmana, SH., MHum.



I. Pendahuluan

Zaman dahulu pada saat Negara Indonesia merdeka dari Belanda banyak tanah-tanah yang dikuasai oleh mereka ditinggalkan begitu saja, sehingga timbul ketidakpastian hukum akan kepemilikan tanah tersebut. Melihat pada hal tersebut Bangsa Indonesia mencoba untuk melakukan pemberesan masalah dibidang hukum tanah dengan mengeluarkan domein verklaring, dimana seluruh tanah yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya dinyatakan milik Negara Indonesia. Setelahnya Negara Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 agar terciptanya suatu kepastian hukum tanah di Indonesia.

Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, menyatakan bahwa seluruh tanah yang berada di Indonesia adalah milik dari Negara. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 ayat 3, yang menyatakan bahwa seluruh tanah dikuasai oleh Negara.

Pasal 33 ayat 3 UUD' 45

"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" 

Sebagaimana pengaturan tersebut bahwa telah diketahui di Indonesia pada dasarnya tidak ada kepemilikan mutlak atas suatu tanah, karena pada dasarnya seluruh tanah adalah milik Negara, namun untuk itu Negara dapat memberikan izin kepada warganya untuk menggunakan tanah yang ada di Indonesia.


II. Pembahasan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tersebut diketahui bahwa Negara hanya dapat memberikan izin kepada warga negaranya dengan memberikan diatura dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, yaitu sebagai berikut :

1. Hak Milik;
2. Hak Guna Bangunan;
3. Hak Guna Usaha;
4. Hak Pakai.

Keempat hak tersebut merupakan bentuk pemberian izin negara kepada warganya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya, namun tidak seluruh hak tersebut dapat digunakan dan dimiliki. Sebab keempat hak tersebut memiliki syarat-syarat dan ketentuannya masing-masing.

1. Hak Milik
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, yang dapat dimiliki dan dialihkan hanya kepada warga negara Indonesia, dan badan hukum khusus yang oleh peraturan memang diperizinkan untuk memiliki hak milik.

Hapusnya Hak Milik terjadi apabila : 
a. Tanahnya jatuh kepada Negara, baik karena:

  • karena pencabutan hak;
  • karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; 
  • karena ditelantarkan; 
  • karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2 UU Nomor 5/1960.

b. Tanahnya musnah.

2. Hak Guna Bangunan
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, dan dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.

Hak Guna Bangunan dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, dan badan hukum Indonesia.

Hapusnya Hak Guna Bangunan terjadi apabila :
a. Jangka waktunya berakhir; 
b.  Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; 
c.  Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; 
d.  Dicabut untuk kepentingan umum; 
e.  Ditelantarkan; 
f.  Tanahnya musnah; 
g.  Ketentuan dalam pasal 36 ayat (2) UU Nomor 5/1960.

3. Hak Guna Usaha
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu tertentu guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. 

Hak Guna Usaha dapat diberikan kepada warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia, warga negara asing, badan hukum asing, dengan jangka waktu 25 tahun, dan dapat diperpanjang 35 tahun.

4. Hak Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.

Hak Pakai dapat diberikan kepada
a. warga-negara Indonesia;
b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
d. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia