Saturday, February 25, 2012

HUKUM PERUSAHAAN


HUKUM PERUSAHAAN
Dasar Hukum Undang-Undang 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Hukum Perusahaan adalah suatu aturan yang membahas mengenai suatu Perseroan Terbatas. Sebelum kita memahami lebih jauh mengenai hukum perusahaan ini kita harus mengetahui dahulu mengapa Perseroan Terbatas di Indonesia diatur tersendiri. Karena Perseroan Terbatas di Indonesia adalah sebuah subjek hukum.
Subjek Hukum di Indonesia dikenal ada 2 yaitu:
  1. Individu / orang-perseorangan, yang dimaksud dengan individu adalah setiap orang yang melakukan suatu perbuatan hukum.
  2. Badan Hukum, yang dimaksud Badan Hukum adalah suatu badan yang mempunyai pembatas yang jelas mengenai harta pribadi (pendiri) dengan harta badan. Contohnya : Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Yayasan.
Perseroan Terbatas tentunya memilii organ-organ untuk menjalankannya, karena walaupun dia subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum namun perbuatan hukum tersebut harus diwakili oleh orang-perseorangan / organ-organ yang terdapat didaam Perseroan Terbatas tersebut. Organ Perseroan Terbatas tersebut terdiri dari;
Ø       Rapat Umum Pemegang Saham, (selanjutnya disebut RUPS)
Ø       Direksi
Ø       Dewan Komisaris

A. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan  dalam Undang-Undang ini dan / atau anggaran dasar.[1] Jadi dalam hal ini wewenang RUPS ada ada 2, yaitu:[2]
  1. Kekuasaan tertinggi dalam perseroan,
  2. wewenang yang tidak diserahkan pada direksi atau komisaris.
Wewenang RUPS yang bersifat eklusif, atau tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris antara lain;[3]
Ø Penetapan perubahan Anggaran Dasar;
Ø Penetapan pengurangan modal;
Ø Pemeriksaan, persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan;
Ø Penetapan penggunaan laba;
Ø Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris
Ø Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan;
Ø Penetapan pembubaran perseroan.

Jenis-Jenis RUPS, antara lain:[4]
  1. RUPS Tahunan, artinya RUPS ini wajib diadakan setiap tahun sekurang-kurangnya  satu (1) kali dalam tiap tahun buku perseroan. Dalam hal ini para pengurus diwajibkan menyampaikan laporan mengeni pelaksanaan dari setiap hak, pemenuhan dari setiap kewajiban serta status kedudukan dari harta kekayaan perseroan secara berkala. Hal ini menjadi penting karena laporan ini digunakan untuk mengevaluasi perusahaan apakah perusahaan sudah berjalan dengan benar atau belum.[5]
  2. RUPS Luar Biasa, artinya hanya diselengarakan secara khusus atas permintaan ireksi, komisaris, maupun pemegang saham yang mewakili sekurang-kurangnya 10% dari jumlah seluruh saham yang telah dikeluarkan dengan sah oleh perseroan.[6]

B. Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroaan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.[7]
Direksi bertugas menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, sehingga direksi berwenang mengambil kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/ atau anggaran dasar.[8] Maksud kebijakan yang dipandang tepat adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.[9] Selain itu Direksi juga memiliki tugas untuk mewakili perusahaan di dalam maupun di luar pengadilan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 98 UU Perseroan Terbatas, akan tetapi ada saatnya Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan, apabila:
Ø       Terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan;
Ø       Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.
Tanggung-Jawab Direksi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
  1. Tanggung-Jawab Internal, yakni Direksi yangh meliputi tugas dan tanggung jawab Direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, dan.
  2. Tanggung jawab Eksternal, yakni Direksi yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab Direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan.
Jadi Direksi Bertanggung-jawab atas kerugian yang ditimbulkan bagi perusahan apabila direksi tidak dapat membuktikan bahwa;
Ø       Kerugian tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaiannya
Ø       Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan
Ø       Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian.
Ø       Telah mengambil tindakkan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian.
Akan tetapi bila direksi telah melakukan tindakan kehati-hatian (agar tidak terjadi kerugian), maka direksi tidak dapat diminta pertanggung-jawabannya dan perusahaan akan menanggung semua kerugian tersebut. Hal ini sesuai dengan doktrin Business Judgment Rule, yaitu direksi suatu perusahaan tidak bertanggung-jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan kepada itikad baik dan hati-hati.

Apabila kerugian yang ditimbulkan oleh direksi tersebut di dalam RUPS tahunan telah di laporkan dan oleh RUPS telah mengakui bahwa, tindakan direksi tersebut merupakan Business Judgment Rule dan perusahaan telah menerima semua kerugian itu, maka apabila di kemudian hari timbul kerugian akibat tindakan direksi yang telah di laporkan sebelumnya perusahaan juga tidak dapat menuntut pertanggung jawaban. Hal ini sesuai dengan doktrin Acquit De Charge atau aquit Et  De Charge, yaitu pembebasan atau pelepasan pertanggung-jawaban kepada direksi dan komisaris dari segala pertanggung-jawaban yang mungkin masih di tangunggung olehnya di kemudian hari atas setiap perbuatan hukum yang dilakukan olehnya pada tahun dimana ia diberikan acquit de charge.[10] Pada prinsipnya doktrin ini hanya memberikan pembebasan atau pelepasan dari perbuatan-perbuatan hukum yang dilaporkan atau yang tercermin dalam laporan tahunan Rapat Umum Pemegang Saham.[11]

C. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/ atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi.[12] Jadi tugas utama Dewan Komisaris adalah;[13]
Ø       Melakukan pengawasan atas jalannya perseroan
Ø       Memberikan nasehat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.
Kedua hal di atas sejalan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 108 angka 1 dan 2. sehingga komisaris mempunyai kewajiban-kewajiban, antara lain:[14]
Ø       Menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan Terbatas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Ø       Melaporkan kepada Perseroan Terbatas mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada Perseroan terbatas tersebut dan Perseroan terbatas lainnya.
Ø       Kewajiban-kewajiban lainnya yang ditetapkan dalam anggaran dasar , seperti;
o        Memberikan persetujuan atau bantuan kepada direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu;
o        Melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
Ketiga kewajiban komisaris tersebut telah tercermin dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 116.

Jenis-jenis Komisaris antara lain:[15]
  1. Komisaris Independen adalah anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan yang dipilih secara transparan dan independent, memiliki integritas dan kompetensi yang memadai, bebas dari pengaruh yang berhubungan dengan kepentingan pribadi atau pihak lain.
  2. Komisaris Utusan, maksudnya komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan Rapat Dewan komisaris.
 Pengertian-pengertian umum mengenai kata yang akan digunakan dalam makalah ini, yaitu:
Ø  The Ultra Vires Rule adalah doktrin  yang isinya direksi bertindak di luar wewenang yang ditentukan, jika merugikan perseroan menjadi direksi.
Ø     Business Judgment  Rule adalah doktrin yang mengatakan bahwa direksi suatu perusahaan tidak bertanggung-jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan kepada itikad baik dan hati-hati.
Ø   Acquit De Charge atau aquit Et  De Charge adalah pembebasan atau pelepasan pertanggung-jawaban kepada direksi dan komisaris dari segala pertanggung-jawaban yang mungkin masih di tangunggung olehnya di kemudian hari atas setiap perbuatan hukum yang dilakukan olehnya pada tahun dimana ia diberikan acquit de charge.[16] Pada prinsipnya doktrin ini hanya memberikan pembebasan atau pelepasan dari perbuatan-perbuatan hukum yang dilaporkan atau yang tercermin dalam laporan tahunan Rapat Umum Pemegang Saham.[17]



[1] UU 40 Tahun 2007 tentang PT, pasal 1 angka 4
[2] Hardjian Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hlm. 114.
[3] Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT. RajaGrafindo Perrsada, Jakarta, 1999, hlm. 78.
[4] Ibid.., hlm 84
[5] Ibid., hlm 84
[6] Ibid., hlm 84
[7] Pasal 1 angka 5
[8] Pasal 92 angka 1 dan 2
[9] Penjelasan Pasal 92 angka 2
[10] Bandingkan Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 116.
[11] Bandingkan Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 116.
[12] Pasal 1 angka 6
[13] Supra note 2, hlm. 126.
[14] Ibid., hlm. 128.
[15] Sentosa seimbiring, Handout Perkuliahan Hukum Perusahan, hlm. 15-16, Poin  43 dan 45.
[16] Bandingkan Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 116.
[17] Bandingkan Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 116.

1 comment: